Kedudukan Manusia Dalam Filsafat Pendidikan Islam
DOI:
https://doi.org/10.61650/ajis.v2i2.556Abstract
Kesalahpahaman tentang manusia telah menjadi fenomena yang melingkupi eksistensinya sejak awal kedatangannya di bumi. Artikel ini menggambarkan dua dimensi kesalahpahaman yang mungkin dialami manusia: kelebihan berlebihan dan penempatan diri pada kehinaan. Kedua sikap tersebut disertai dengan perilaku egoisme, kecongkakan, dan kesombongan, yang dapat memperbudak manusia. Dalam konteks Al-Qur'an, kesalahan pandangan manusia terhadap dirinya sendiri dijelaskan melalui ayat-ayat yang menyoroti kecongkakan, kehebatan, dan ketiranian manusia. Abu al-A’la al-Maududi dan ‘Abd al-Rahman al-Nahlawi memberikan pandangan terperinci tentang bagaimana manusia dapat salah kaprah dengan menganggap dirinya sebagai penanggung jawab manusia, mencari tujuan kekuasaan, kegagahan, dan sejenisnya. Artikel ini merinci fokus pada pemahaman kedudukan manusia dalam Al-Qur'an dan dalam konteks alam semesta. Al-Qur'an diarahkan untuk mengatasi kecongkakan dan ketakaburan manusia agar dapat mencapai keadaan tawadhu. Meskipun manusia memiliki keterbatasan dalam memahami hakekatnya, kelebihan jasmani dan rohani memberikan kemampuan unik untuk meraih pengetahuan empiris. Penulisan ini menyoroti pula peran manusia sebagai 'abdi, khalifah fi al-ardh, dan imamrah fi al-ardh. Sebagai 'abdi, manusia tidak hanya diwajibkan untuk ibadah formal, tetapi juga untuk beraktivitas dengan tujuan mendekatkan diri pada Tuhan. Sebagai khalifah, tanggung jawab manusia melibatkan pembangunan dunia agar menciptakan kehidupan yang sejahtera, damai, sentosa, dan bahagia.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Assyfa Journal of Islamic Studies
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.